Thursday, December 7, 2023
anggadateknologi@gmail.com
Inspirasi

Ki Hajar Dewantara dan Pendidikan Indonesia

Ki Hajar Dewantara, Mbak ZuliKi Hajar Dewantara (Foto: Wikimedia Common)

ZULIRANTAUWATI.ID – Ki Hajar Dewantara, yang juga dikenal sebagai Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, adalah salah satu tokoh pendidikan terkemuka di Indonesia. Perjuangannya dalam memperjuangkan hak-hak pendidikan bagi generasi Indonesia telah menginspirasi banyak orang. 

Kisah perjalanan Ki Hajar Dewantara berawal dari Yogyakarta yang lahir dan tumbuh dari keluarga bangsawan. Meskipun memiliki latar belakang yang berkecukupan, dia tidak membiarkan dirinya terjerat dalam kenyamanan hidup semata. 

Ki Hajar Dewantara menyadari pentingnya pendidikan bagi anak-anak Indonesia dan berjuang untuk mewujudkannya. Dalam artikel ini, Mbak Zuli akan menggambarkan bagaimana perjuangan dan inspirasi dari seorang tokoh yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Ki Hajar Dewantara lahir pada hari Kamis legi, 2 Ramadhan 1309 H atau pada tanggal 2 Mei 1889. Karena keluarga besar beliau adalah keturunan pangeran Kadipaten Puro Pakualaman yang merupakan ningrat, maka namanya menjadi Raden Mas Soewardi Soejaningrat.

Ki Hajar Dewantara kecil mendapatkan pendidikan di pesantren Kalasan yang diasuh oleh Kyai Haji Soleman Abdurrohman. Setelah ayahnya merasa bahwa ilmu agama yang diperoleh anaknya dari pesantren sudah cukup, ayahnya memutuskan untuk memasukkan dia ke sekolah Government Belanda bernama ELS (Europeesche Lagere School) yang terletak di kampung Bintaran dekat tempat tinggalnya.

Zuli Rantauwati, Caleg Nganjuk Dapil 1 Partai Hanura
Zuli Rantauwati, Caleg Nganjuk Dapil 1 Partai Hanura

Setelah lulus dari ELS, ayahnya berharap agar dirinya melanjutkan sekolah ke OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) yang merupakan sekolah untuk calon pegawai Government Belanda. 

Namun, dia Lebih Memilih untuk melanjutkan sekolah ke Kweekschool, yang merupakan sekolah untuk calon guru. Hal ini karena Ki Hajar Dewantara sudah merasakan ada kesenjangan pendidikan antara anak-anak Belanda, bangsawan, dan rakyat jelata.

Dalam perjalanan hidupnya, Ki Hajar Dewantara bertemu dengan dr. Wahidin Soedirohoesodo yang menawarkan pendidikan dokter bagi anak-anak bangsawan. Setelah mendengar penjelasan dari dr. Wahidin tentang kekurangan tenaga medis di kalangan rakyat, dia memutuskan untuk meninggalkan sekolah Kweekschool dan memilih melanjutkan pendidikan di STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yang berlokasi di Batavia.

Baca Juga: Kenapa Pilih Partai Hanura? Mbak Zuli : Memilih Itu Dasarnya Harus Rasional Bukan Emosional 

Di STOVIA, dia bertemu dengan anak-anak bangsawan lain dari berbagai daerah yang memiliki visi perjuangan yang sama dengan Ki Hajar Dewantara. Oleh karena itu, kegiatan Ki Hajar Dewantara di sekolah tidak hanya berfokus pada belajar pelajaran sekolah, melainkan juga melibatkan diskusi-diskusi mengenai perjuangan nasional. 

Ki Hajar Dewantara dan Boedi Oetomo

Akhirnya, pada tahun 1908, organisasi Boedi Oetomo lahir melalui para pelajar STOVIA. Boedi Oetomo bertujuan menjadi wadah untuk pemuda inlander, terutama melalui dunia jurnalistik.  Kegiatan yang padat di sekolah dan di Boedi Oetomo membuat kesehatan Ki Hajar Dewantara menurun, yang berdampak pada kualitasnya sebagai pelajar.

Akibatnya, Ki Hajar Dewantara tidak dapat naik kelas lima karena nilainya yang buruk. Kecewa yang mendalam menghampiri Ki Hajar Dewantara, tetapi dengan dukungan dari keluarga dan teman-teman, ia berusaha untuk bangkit dan menerima kenyataan.

Pada tahun 1910, Ki Hajar Dewantara mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai ahli kimia di Laboratorium Pabrik Gula Kalibogor. Namun, pada tahun 1911, ia memutuskan untuk mengundurkan diri karena tidak tahan melihat perlakuan kasar terhadap para pekerja. 

Pada saat yang sama, Boedi Oetomo sedang mencari tujuan organisasinya. Ki Hajar Dewantara kemudian diajak untuk bergabung dengan organisasi Sarekat Dagang Islam, yang aktif dalam bidang politik dan agama. Di organisasi tersebut, Ki Hajar Dewantara menjadi penulis yang aktif di berbagai media massa. Dari situlah ia mulai mengenal organisasi-organisasi lain.

Pada tahun 1913, Ki Hajar Dewantara menikah dengan Raden Ayu Soetartinah, yang masih kerabat ayahnya. Beberapa hari setelah menikah, dia ditangkap oleh polisi Belanda karena dianggap mendukung rakyat melalui tulisannya. 

Zuli Rantauwati Caleg Nganjuk Dapil 1 Partai Hanura, Mbak Zuli, Pemilu 2024, Nganjuk Bermutu, Tips Mengatasi Stunting, nganjuk bermutu
Zuli Rantauwati Caleg Nganjuk Dapil 1 Partai Hanura

Sebagai hukumannya, dia diasingkan dan dia memilih untuk diasingkan di Belanda. Di Belanda, kehidupannya dan Soetartinah sangat sulit. Namun, di sana Ki Hajar Dewantara kembali menekuni cita-cita masa lalunya sebagai seorang guru. Ia menjalin persahabatan dengan Mr. John Dewey, Mr. Rabindranat Tagore, Mr.J.J. Rousseau, dr. Maria Montessori, Mr. Kerschensteiner dan Mr. Frobel. 

Dia sangat terkesan dengan metode pendidikan Frobel yang melibatkan nyanyian dan bermain. Selain itu, ia juga terpesona oleh metode dr. Maria yang menekankan panca indra dalam pola pendidikan yang diterapkan.

Setelah lama berkecimpung di dunia tulis menulis dan organisasi, dia memutuskan untuk fokus pada dunia pendidikan. Ia memulai karirnya sebagai seorang guru di sekolah Adhi Darmo yang didirikan oleh kakaknya, Raden Mas Soerjopranoto. 

Setelah satu tahun menjadi guru, ia memiliki ide untuk mendirikan sekolah sendiri. Akhirnya, pada 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan sekolah baru yang bernama National Onderwijs Instituut Tamansiswa”. 

Baca Juga: Dengan Jargon ‘Nganjuk Bermutu’, Mbak Zuli Siap Mengabdi

Sekolah ini sebenarnya merupakan bentuk protesnya terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Oleh karena itu, filosofi dan semua aktivitas di Taman Siswa didasarkan pada budaya Indonesia, agar anak-anak Inlander dapat menjadi intelektual yang memiliki budi pekerti dan mencintai tanah airnya.

Pada tahun 1932, pemerintah Belanda menyita semua barang di Tamansiswa karena tidak membayar pajak kepada pemerintah Belanda. Barang-barang tersebut kemudian dijual lelang kepada bangsawan, yang membuatnya merasa marah dan sedih. Namun, bangsawan-bangsawan tersebut ternyata mengembalikan barang-barang yang telah dibeli lelang kepada Tamansiswa. 

Setelah mendirikan Taman Siswa pada tanggal 23 Februari 1928 inilah, Nama Ki Hadjar Dewantara mulai digunakan. Dia tidak lagi menggunakan nama Soewardi Soejaningrat sebagai sebutannya.

Seiring berlalunya waktu, Tamansiswa mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ki Hadjar Dewantara, yang kala itu telah diakui sebagai tokoh utama dalam pendidikan Indonesia, berhasil mencapai jabatan sebagai Menteri Pengadjaran, ketika negara ini merdeka.

Ki Hajar Dewantara juga menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada periode pemerintahan RIS pada tahun 1949 hingga 1950. Namun, pada tahun 1950, beliau memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota DPR guna fokus mengurus Tamansiswa. 

Meskipun sibuk mengelola Taman Siswa, dia tetap aktif menulis di berbagai media untuk menyalurkan pemikirannya, termasuk tentang Tri Pusat Pendidikan yang diperjuangkan di Taman Siswa dan pendidikan bagi perempuan. Kegiatan-kegiatan tersebutlah yang menjadikan setiap hari Ki Hadjar terisi, hingga beliau meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959. 

Spanduk Zuli Rantauwati
Zuli Rantauwati

Melalui perjuangan dan ketokohannya, dia memberikan teladan yang kuat bagi kita semua. Ia mengajarkan bahwa pendidikan adalah hak setiap individu dan harus diakses oleh semua orang tanpa memandang latar belakang atau status sosial. 

Baca Juga: Mendorong Kesetaraan Gender, Mbak Zuli : Caleg Perempuan Harus Berkualitas dan Memahami isu Perempuan

Selain itu, dia juga mengajarkan pentingnya menghargai dan mempertahankan budaya Indonesia dalam proses pendidikan. Inspirasi dari Ki Hajar Dewantara mengajarkan kita untuk selalu berjuang dan tidak pernah menyerah demi mewujudkan impian dan tujuan kita. 

Melalui ketekunan, keberanian, dan semangatnya, dia membangun landasan yang kuat untuk pendidikan di Indonesia. Kita semua dapat belajar dari perjalanan hidupnya dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Semoga inspirasi perjuangan Ki Hajar Dewantara terus menginspirasi dan mendorong kita untuk terus berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. (Mbak Zuli)

Leave a Reply