Thursday, December 7, 2023
anggadateknologi@gmail.com
Info

Pengadaan BTS Bakti Kominfo adalah Proyek Mulia, Sayang Bermasalah

Tower BTSTower BTS (foto: Kominfo)

Kalau anda sekalian faham bagaimana Mega Proyek BTS Bakti Kominfo itu direncanakan, kita bisa rasakan bagaimana tujuan dan apa manfaat yang akan dirasakan bagi saudara-saudara kita yang tinggal di kawasan pelosok dan selama ini tidak mampu dijangkau oleh jaringan komunikasi.

Dengan visi “Menjembatani kesenjangan digital untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.” dan misi “Memberikan layanan Kewajiban Pelayanan Universal (KPU/USO) yang berkualitas dan tepat sasaran dalam rangka mengatasi kesenjangan digital di Indonesia” adalah hal yang luar biasa dan patut kita acungi jempol.

Fokus proyek ini adalah, membangun tower Base Transceiver Station atau disingkat ‘BTS’ yaitu suatu infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi komunikasi nirkabel antara perangkat komunikasi dan jaringan operator. 

Sedangkan fungsi  BTS itu sendiri adalah mengirimkan dan menerima sinyal radio ke perangkat komunikasi seperti telepon seluler, telepon rumah dan sejenis gawai lainnya, kemudian sinyal radio tersebut akan diubah menjadi sinyal digital yang selanjutnya dikirim ke terminal lainnya menjadi sebuah pesan atau data.

Dalam hal ini Kominfo melakukan Mega Proyek pengadaan 7.904 tower – tower BTS untuk mentransmisikan sinyal 4G di desa-desa yang berada di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal atau yang biasa kita sebut daerah 3T. Sehingga sebagian besar proyek ini berada juga di Papua.

Perlu juga diketahui bahwa, Pembangunan tower – tower BTS 4G itu, dilakukan dengan sumber pembiayaan APBN yang bersumber dari rupiah murni dan PNBP Kominfo Non-BLU. Pembangunan infrastruktur 4G ini dikerjakan secara dua tahap, yaitu pada tahun 2021 dan tahun 2022 yang menelan anggara sebesar 10 Triliun Rupiah.

Setidaknya 5.204 dari total lokasi pembangunan BTS itu berada di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat atau sekitar 65 persen dari total pekerjaannya. Hal ini adalah upaya pemerintah untuk menutup kesenjangan digital, yang sebagian besar berada di wilayah Indonesia timur. Naaah, mulia kan ?!!

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyebut pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang merata merupakan pilar penting percepatan transformasi digital. Dengan menjembatani kesenjangan digital untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. 

Bayangkan saja, bila mega proyek itu terwujudnya dengan baik dan benar, proyek ini akan mampu membantu saudara-saudara kita di pelosok pelosok tangah air, yang selama ini tidak bisa menikmati sarana komunikasi digital.

Sehingga para keluarga yang menantikan kepulangan suami, anak atau saudara yang sedang bekerja di daerah terluar Indonesia bisa melakukan komunikasi setiap saat untuk mengobati rasa rindu.

Sungguh amat disayangkan sekali Mega Proyek Mulia ini harus tertahan, saat ini proyek proyek pengadaan BTS Bakti Kominfo tengah disidik oleh Kejaksaan Agung, bahkan Menteri yang mengawali pelaksanaan proyek tersebut telah ditetapkan menjadi tersangka.

Zuli Rantauwati
Zuli Rantauwati, Caleg Hanura DPRD Kabupaten Nganjuk Dapil 1

Awal munculnya permasalahan mega proyek ini adalah, ketika para kontraktor yang mengerjakan proyek ini tidak bisa menyelesaikan pembangunan infrastruktur tepat waktu seperti yang tercantum dalam kontrak.

Seharusnya, waktu penyelesaian pekerjaan adalah selama 8 bulan setelah tanggal kontrak diteken. Salah satu contoh, paket I batch 1A seharusnya diselesaikan 19 November 2021 usai kontrak diteken pada 19 Maret 2021.

Sebagaimana referensi yang Zuli dapat dari berbagai sumber, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) sebenarnya memiliki klausul kontrak yang bisa memutus kontrak payung atau kontrak pembelian. Dengan ketentuan bila penyedia (kontraktor) tidak mampu merampungkan pekerjaan walaupun mendapat tambahan waktu selama 30 hari sejak berakhirnya masa penyelesaian pekerjaan.

Aturan pemutusan kontrak itu tercantum pada pasal 48 ayat I Bab I tentang persyaratan umum.

Berjalannya waktu, kontrak ini mengalami perubahan dan pada amandemen keempat terdapat tambahan klausul “…atau jangka waktu lain yang ditentukan oleh BAKTI..” sehingga memungkinkan penambahan waktu pengerjaan lebih dari 30 hari.

Di akhir tahun 2021, merespon kondisi ini pemerintah mengeluarkan regulasi PMK Nomor 184 Tahun 2022. BAKTI melalui PPK memberikan kesempatan kontraktor menyelesaikan pekerjaan selama 90 hari kalender atau sampai 31 Maret 2022. Namun pekerjaan ini juga tidak bisa rampung 100 persen. (Mbak Zuli)

Leave a Reply