Sebagai upaya untuk meningkatkan perekonomian daerah, industrialisasi menjadi salah satu solusi yang tidak mungkin dihindarkan. Di Kabupaten Nganjuk, saat ini sudah tersedia Kawasan Industri Nganjuk (KING) yang berada di kawasan seluas 2.105 hektare.
Luasan tersebut terbagi dalam empat wilayah, KING 1 sampai KING 4. Dimana luasan KING 1 berada di Kecamatan Nganjuk, Kecamatan Rejoso dan Kecamatan Sukomoro dengan luasan 660 hektare.
Selanjutnya KING 2 berada di Kecamatan Lengkong dan Kecamatan Jatikalen dengan luas 341,5 hektare, KING 3 berada di sebagian Kecamatan Jatikalen dengan luas 237 hektare. Terakhir KING 4 seluas 866,5 hektare berada di sebagian Kecamatan Gondang.
Industri membawa dampak yang positif pada pemerintah, setidaknya berbicara tentang cara menyerap tenaga kerja. Angka pengangguran terbuka Nganjuk tahun 2022 sebesar 4,74 persen, lebih kecil dari tahun 2021 yang berada di angka 4,98 persen.
Turunnya angka pengangguran terbuka ini mungkin bisa menjadi bukti dampak positif dari adanya industri di Kabupaten Nganjuk.
Meski demikian, ada yang harus menjadi perhatian pemerintah seiring berkembangnya industrialisasi di daerah. Yaitu keberlangsungan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Perlu diingat, UMKM telah berulang kali menyelamatkan perekonomian Indonesia dari beberapa kali krisis yang terjadi. UMKM mampu perekonomian masih bisa berputar di dalam negeri atau di daerah masing – masing, sehingga mengurangi ketergantungan akan ekspor impor barang.
Besarnya jasa UMKM ini harus diiringi dengan sentuhan pemerintah untuk mempertahankan eksistensinya di tengah mesin industrialisasi yang semakin hari semakin panas.
Membandingkan UMKM dengan industri dari berbagai sisi, tentu UMKM akan banyak kalahnya. Dari segi kemampuan produksi, harga jual, hingga kemampuan penetrasi pasar, UMKM jelas kalah jauh.
Belum lagi keterbatasan modal, infrastruktur, dan pengalaman, menjadikan UMKM kesulitan memenuhi berbagai persyaratan untuk menghadapi persaingan industri besar.

Persaingan yang ketat dan adanya investasi modal yang besar dalam teknologi canggih juga membuat UMKM akan semakin terpuruk bahkan terancam tutup. Misalnya, terjadi peningkatan biaya produksi yang tak terbayangkan akibat meningkatnya energi listrik atau BBM. Ini akan berdampak pada kenaikan harga jual produk UMKM yang ujung – ujungnya diisi oleh kehadiran industri besar.
Melihat kondisi ini, Mbak Zuli merasa perlu ada payung yang mampu melindungi keberadaan UMKM agar tidak tergerus panasnya mesin industri.
Analoginya seperti swalayan retail yang saat ini sudah menjamur di berbagai tempat, termasuk di Kabupaten Nganjuk. Keberadaan mereka secara tidak sadar telah menggerus eksistensi pedagang kelontong yang pemiliknya adalah jelas warga asli setempat.
Hal serupa yang sangat mungkin terjadi pada UMKM, untuk itu perlu ada sentuhan pemerintah mulai dari aturan hingga pengembangan kualitas sumber daya manusia pelaku UMKM.
Misalnya, ada aturan yang mewajibkan sektor industri untuk menyerap produk – produk yang dihasilkan oleh UMKM. Hal ini tentu akan memunculkan kesinambungan yang lebih baik dan menyeimbangkan keberadaan industri dan UMKM.
Dengan demikian, diharapkan UMKM di Kabupaten Nganjuk bisa terus eksis dan semakin berkembang untuk sama – sama memajukan perekonomian. (Mbak Zuli)